The Best Will Be...

Keberhasilan adalah tantangan yang baru saja dimulai...

Cool na? :) Now Learn How to create one by Clicking here


Search

Persiapan

Dalam permainan bentengan sekelompok anak-anak membagi diri menjadi dua kelompok yang akan saling berlawanan. Anak mana ikut kelompok mana biasanya ditentukan melalui suit jari tangan. Setelah terbentuk dua kelompok yang saling berhadapan, mereka mencari posisi masing-masing sebagai basis mereka atau yang di sebut dengan benteng.
Peralatan

Permainan ini tidak menggunakan alat apa pun. Permainan ini hanya membutuhkan tempat yang ditentukan sebagai basis atau benteng. Masing-masing benteng kedua belah pihak harus terletak agak berjauhan dan dapat dilihat oleh satu sama lain.

Peraturan

• Setiap personil pada kedua benteng harus menyentuh benteng. Hal ini menandakan bahwa status personil tersebut adalah baru. Kalo dia agak lama tidak menyentuh benteng, maka status personil tersebut akan disebut lamo.
• Personil yang berstatus lamo, dapat dikejar, diburu, dan ditawan oleh personil dari benteng lawan yang berstatus baru.
• Jika personil lamo sedang berada atau berlari di luar benteng dapat menjadi tawanan lawan jika disentuh oleh personil dari benteng lawan yang berstatus baru.
• Personil yang menjadi tawanan akan berdiri bergandengan di dekat benteng lawan yang menawannya. Para tawanan tidak dapat lagi bebas memburu atau menyerang sampai mereka dapat dibebaskan.
• Para tawanan dapat dibebaskan oleh teman dari bentengnya dengan cara menyentuh teman-temannya yang menjadi tawanan tersebut.

Permainan
Biasanya permainan dimulai dengan majunya salah satu personil dari salah satu benteng untuk menantang benteng lawannya. Personil yang maju ini berstatus lamo. Personil benteng lawannya akan maju mengejarnya. Personil pemburu ini berstatus baru. Jika personil lamo ini dapat terkejar dan disentuh oleh personil lawan yang baru, maka personil lamo dapat ditawan di benteng lawannya. Biasanya personil lamo akan berlari menghindar atau kembali ke bentengnya. Teman dari benteng personil lamo ini yang berstatus lebih baru, akan mengejar personil dari benteng lawan yang memburu tadi. Demikian seterusnya sehingga terjadi saling kejar mengejar antar personil kedua benteng.
Sering terjadi salah satu benteng kehabisan personil karena ditawan dan bentengnya dikepung oleh lawannya. Lawan pengepung ini dapat membebaskan teman-temannya yang juga menjadi tawanan dan dijaga oleh personil di benteng lawannya. Setelah dibebaskan, para mantan tawanan ini dapat turut mengepung benteng lawannya. Sisa personil dari benteng yang terkepung dapat mengejar para pengepung yang berstatus lebih lamo untuk mempertahankan bentengnya, atau balik mengirimkan penyerang ke benteng pengepung jika benteng para pengepung tidak ada penjaganya.

Akhir Permainan

Satu kelompok dapat memenangkan permainan jika salah satu personil mereka dapat menyentuh benteng lawan tanpa disentuh oleh lawan yang mempertahankan benteng yang diserang tersebut. Setelah ada yang menang dan kalah, maka permainan selesai dan dapat dimulai kembali dari awal.

Pada tahun 600 Masehi terdapat suku di pedalaman Sumatera Selatan yang di kenal dengan nama Suku Sakala Bhra (purba) yang berarti Titisan Dewa, suku ini mendiami daerah pegunungan dan lembah bagian utara di sekitar gunung Seminung daerah perbatasan Sumatera Selatan dengan Lampung .

Suku ini terpecah menjadi dua kelompok masyarakat, yang pertama yang mendiami kawasan sekitar gunung Seminung dan turun ke lembah bagian utara sampai ke Lampung kemudian sebagian lagi turun ke daerah bawah dengan mengikuti aliran sungai di bagian huluan sumatera bagian selatan yang di sebut juga dengan suku SAMANDA_DI_ WAY yang berarti orang yang mengikuti aliran sungai dan berakhir di Minanga ( Purba ), Suku ini yang kelak kemudian asal mula suku Daya, komring, dan Pasemah. ( Van Royen -1927 )

Minanga karena kedudukannya di tepi Pantai di tinjau dari berbagai segi memikul beban sebagai ibukota negara. Adapun bahasa yang mereka pergunakan adalah Bahasa Malayu Kuno atau Proto Malayu yang merupakan cikal bakal bahasa komring di daerah uluan sumatera selatan.

Kerajaan tersebut di pimpin oleh seorang Raja yang hebat , sakti , yang bernama JAYA NAGA kemudian oleh masyarakat pedalaman di beri Gelar DA-PUNTA-HYANG yang berarti Maha Raja yang Keramat , sekarang pun di daerah uluan sumatera selatan masih dapat kita kenal gelar Pu-Yang untuk orang yang kita anggap sesepuh maupun orang yang mempunyai kesaktian tinggi..

Nama kerajaan tersebut adalah SRIWIJAYA yang disebut juga dalam kronik china yaitu kerajaan Shi Li Fo Shih

Kerajaan ini setiap tahun nya mengirim utusan ke negeri china tercatat sejak tahun 670 s/d 742 yang saat itu di negeri China sedang berkuasa Dinasti Tang ( 618 – 907 ).
Disebut pada satu tulisan di negeri China bahwa ada kerajaan dari laut china selatan yang selalu mengirim utusannya ke Tiongkok, kerajaan itu bernama Shi-Li-Fo-Shih yang di translerasikan menjadi Sriwijaya.

Pada tahun 671 Masehi seorang pendeta China yang bernama It-Tsing mengunjungi negara ini dalam perjalanan menuju India untuk memperdalam ajaran Budha. It-Tsing menetap 6 bulan di Minanga ibukota kerajaan Sriwijaya untuk memperdalam bahasa Sansekerta , dengan bantuan Dapunta Hyang Sri Jaya Naga , It-Tsing Berangkat menuju tanah Melayu ( Jambi ) dan menetap selama 2 bulan sebelum melanjutkan perjalanan melalui Kedah terus keutara menuju India.

Dapunta Hyang Sri JayaNaga sangat di sayangi dan di sanjung oleh rakyatnya karena selain mempunyai kesaktian tinggi juga merupakan pemimpin yang arief , bijaksana dan adil terhadap rakyatnya. Jaya Naga juga seorang penganut Budha yang taat. Setiap daerah yang dia taklukkan selalu menunjuk pemimpin setempat yang di ambil dari Jurai Tua ( sesepuh masyarakat ) untuk menjadi Datu ( Ratu – pemimpin ) di daerahnya sendiri tetapi tetap terikat sebagai bagian dari daerah kerajaan Sriwijaya. Jaya Naga juga mampu menyatukan beberapa rumpun suku yang ada di daerah pedalaman atau uluan sumatera selatan yang awalnya semua penduduk berasal dari tiga rumpun yang mendiami Gunung Seminung, Gunung Dempo dan Bukit Kaba, System pemerintahan inilah yang kelak menjadi cikal asal mula system pemerintahan Marga yang ada di daerah uluan sumatera selatan.

Kerajaan Sriwijaya terkenal merupakan kerajaan yang makmur dengan hasil alamnya berupa kayu kamper, kayu gaharu, Pinang, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Selain itu juga kerajaan Sriwijaya merupakan pusat kebudayaan agama Budha Mahayana yang mana daerah ini merupakan perlintasan perjalanan para pendeta budha yang ingin memperdalam pertapaannya dari India ke China maupun sebaliknya,dan dalam perkembangannya kerajaan Sriwijaya merupakan pusat Studi agama Budha di kawasan Asia tenggara terutama saerah semenanjung Selat Malaka dan Selat Sunda terbukti dari catatan It-Tsing , kerajaan Sriwijaya mempunyai 1.000 pendeta Budha, pendeta Budha yang cukup terkenal dari kerajaan Sriwijaya ini bernama Sakyakirti.
Penduduk kerajaan ini sebagian merupakan petani dan sebagian lagi merupakan saudagar yang melakukan perdagangan dengan India , Arab dan China .

Kerajaan ini di aliri oleh sungai-sungai kecil yang memasuki perkotaan sehingga perahu merupakan sarana transportasi penting masyarakat kota tersebut sehingga kerajaan ini terkenal dengan armada kapal – kapal yang menguasai kawasan pelayaran di selat Malaka dan selat Sunda .

Para pedagang dari Sriwijaya mulai berkembang pesat mengikuti perkembangan jaman malalui perdagangan ke India maupun ke China sehingga menambah kemakmuran dan kejayaan bagi kerajaan tersebut. Sekarang pun masih kita lihat adanya Makam tua di daerah uluan sungai Komering di dusun Minanga Kecamatan Cempaka Oku Timur Sumatera Selatan yang di ceritakan oleh orang setempat sebagai makam saudagar pinang asal India yang bernama Komering Sing. ( asal mula sungai Minanga berubah menjadi sungai komering )

Seiring itu juga bermunculan para perompak kapal kapal niaga yang membawa barang dagangan yang melintas di perairan pantai timur pulau Sumatera yang membuat risau para pedagang yang melintasi daerah tersebut.Di Daerah sekitar kerajaan juga bermunculan kelompok masyarakat yang satu sama lain saling bertempur dan mulai menggangu lalu lintas perdagangan di daerah sekitar kerajaan Sriwijaya. Pada saat itu pelabuhan Palembang yang merupakan pintu masuk ke perairan sungai-sungai yang ada di uluan sumatera selatan banyak di kuasai perompak-perompak. Kondisi seperti ini membuat kapal kapal yang berlayar di pantai timur pulau sumatera berlabuh di pelabuhan Melayu ( Jambi ) kemudian melanjutkan pelayaran tanpa memasuki pelabuhan Palembang.






Kisah perkembangan kerajaan Sriwijaya ini dimulai dari apa yang diutarakan dalam Prasasti Kedukan Bukit. Pada Hari kesebelas bulan terang bulan Wai Saka tahun 605, Dapunta Hyang Jayanaga berperahu kembali ke Minanga selepas melakukan pertapaan di gunung Seminung. Dalam pertapaannya Jaya Naga meminta restu dan memohon petunjuk dari sang Gaib di gunung Seminung untuk menaklukkan tempat-tempat yang strategis agar dapat menguasai jalur pelayaran di Laut Cina Selatan di karenakan pada waktu itu Minanga ( ibukota kerajaan ) terletak dalam suatu teluk dimana sungai komring bermuara kurang strategis di pandang dari sudut perdagangan.

Untuk Mewujudkan cita – citanya tersebut Dapunta Hyang Sri Jaya Naga melakukan konsolidasi dengan daerah belakang yang satu rumpun yaitu rumpun Sakala Bhra (Purba).Kemudian Dapunta Hyang Sri Jaya Naga menaklukan daerah yang juga satu Rumpun tersebut yang terletak di sekitar bukit Pesagih di Hujung Langit Lampung Barat dan kemudian semua penduduk di ikat oleh Sumpah setia kepada Dapunta Hyang Sri Jaya Naga untuk menjadi bagian dari kerajaan Sriwijaya. ( Prasasti Hujung Langit – Lampung Barat )

Sepulang dari penaklukan daerah belakang makin kuatlah pasukan kerajaan Sriwijaya yang di dukung oleh pasukan tambahan dari satu rumpun.

Dapunta Hyang Sri Jaya Naga mulai melakukan expansi pertamanya yaitu dia harus menaklukan Tanjung Palembang dan menunjuk Mukha Upang di daerah Po-Lim-Fong ( palembang ) biasa kita sebut sekarang adalah Bukit Siguntang Mahameru. sebagai titik temu.

Kemudian Dapunta Hyang Sri Jaya Naga membawa 20.000 ( Dua Puluh Ribu ) pasukannya dengan 1.312 berjalan kaki melalui daratan atau hutan dan sebagian lagi membawa perahu mengikuti perairan sungai Komring. Palembang pada jaman itu merupakan kota di pinggir pantai di mana bukit Sigiuntang merupakan tanjung palembang yang menjorok ke laut. Tempat ini merupakan dataran tinggi yang merupakan mercu suar atau tempat pintu masuk ke tanjung Palembang yang merupakan akses laut menuju ke sungai sungai yang ada di sumatera selatan.
Selama dalam perjalanan terjadilah pertempuran – pertempuran kecil yang tidak terlalu berarti yang merupakan perlawanan dari daerah daerah yang di lintasi oleh pasukan Kerajaan Sriwijaya.

Pada tanggal 16 Juni 682 Masehi atau sekitar tujuh hari perjalanan sampailah rombongan pasukan yang di pimpin Dapunta Hyang Sri Jaya Naga di Muka Uphang. Perjalanan pasukan Sriwijaya mendapat kemenangan besar sehingga memberikan kepuasan bagi Sang Raja Dapunta Hyang Sri Jaya Naga, untuk mengabadikan kemenangan tersebut di pahatlah Prasati Kedukan Bukit . Kemudian membangun suatu benteng pertahanan di karenakan dari tempat ini dapat terlihat kelautan lepas kapal – kapal yang mau memasuki pelabuhan palembang.
Kerajaan Sriwijaya adalah pusat perdagangan dan merupakan negara maritim. Negara ini tidak memperluas kekuasaannya diluar wilayah kepulauan Asia Tenggara, dengan pengecualian berkontribusi untuk populasi Madagaskar sejauh 3.300 mil di barat. Sekitar tahun 500, akar Sriwijaya mulai berkembang di wilayah sekitar uluan Palembang, Sumatra. Kerajaan ini terdiri atas tiga zona utama - daerah ibukota muara yang berpusatkan Minanga, lembah Sungai Musi yang berfungsi sebagai daerah pendukung dan daerah-daerah muara sungai yang mampu menjadi pusat kekuasan saingan. Wilayah hulu sungai Musi kaya akan berbagai komoditas yang berharga untuk pedagang Tiongkok.[12] Ibukota diperintah secara langsung oleh Dapunta Hyang Sri Jaya Naga , sementara daerah pendukung tetap diperintah oleh datu lokal.

Setelah Mengadakan konsolidasi di daerah Mukha Upang dan menguasai pelabuhan palembang , maka kemudian yaitu “ pada hari kedua bulan terang bulan Caitra tahun 606 Saka ( 23 Maret 684 M) Dapunta Hyang Sri Jaya Naga sangat puas akan kesetiaan rakyat setempat. Oleh karena itu di bangunlah Taman Sriksetra dengan pesan agar semua hasil yang di dapat di dalam taman ini seperti Nyiur, Pinang, Enau, Rumbia dan semua yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, demikianla pula halnya dengan tebat dan telaga agar dapat di pelihara sehingga berguna bagi sekalian makhluk.. Untuk itu Dapunta Hyang Sri Jaya Naga memohon restu agar ia selalu sehat sentosa terhindar dari para penghianat yang tidak setia, termasuk para abdi bahkan oleh istri-istri beliau. Karena beliau tidak akan menetap lama beliau menambah pesannya : “ Walaupun dia tidak berada di tempat dimanapun dia berada janganla hendaknya terjadi Curang,Curi, Bunuh dan Zinah di situ. Akhirnya di harapkan doa agar beliau mendapatkan Anuttara bhisayakasambodhi “
( Parasasti Talang Tuo )

Setahun kemudian terjadilah pemberontakan yang di pimpin oleh Perwira Lokal yaitu Kandra Kayet sehingga menimbulkan korban termasuk salah satu Panglima Perang Sriwijaya terbunuh yaitu Tan Drun Luah, walaupun demikian Kandra Kayet yang gagah perkasa dapat di di bunuh oleh Dapunta Hyang Sri Jaya Naga dan mati sebagai penghianat.

Untuk mengingat hal ini maka di buatlah suatu prasasti persumpahan untuk mengikat setiap para pejabat lokal yang ada di daerah taklukan agar dapat tetap setia kepada Dapunta Hyang Sri Jaya Naga kalau tidak maka akan terkutuklah dan di makan sumpah ( Prasasti Telaga Batu ).

Secara Geografis Palembang adalah tempat yang strategis untuk menguasai lalu lintas pelayaran di laut Selatan. Namun kebanyakan pada waktu itu kapal – kapal berlayar singgah di kerajaan Melayu ( jambi ) yang juga merupakan pelabuhan strategis di pantai timur sumatera kemudian kapal kapal tersebut melanjutkan perjalanannya ke utara tanpa singgah lagi di pelabuhan palembang. Melihat kondisi seperti ini Dapunta Hyang Jaya Naga berencana untuk menaklukan kerajaan Melayu ( Jambi ) untuk di jadikan wilayah kekuasaan kerajaan Sriwijaya. Dapunta Hyang Sri Jaya Naga bersama pasukannnya segera menuju Melayu, yang dari semula tanah Melayu sudah di rencanakan untuk di tundukkan.

Pada tahun 685 di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang Sri Jaya Naga, Kerajaan Melayu takluk di bawah imperium Sriwijaya. Penguasaan atas Melayu yang kaya emas telah meningkatkan prestise kerajaan. [13] . Di abad ke-7, orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan di Sumatera dan tiga kerajaan di Jawa menjadi bagian imperium Sriwijaya. Untuk meneruskan perjalanan ke Selatan dengan tujuan akhir adalah bumi Jawa tentu saja Melayu harus segera pula di tinggalkan. Peristiwa pemberontakan Kandra Kayet terus saja terbayang oleh sri baginda dan ini di jadikan sebagai contoh oleh Sri Baginda Dapunta Hyang Sri Jaya Naga kepada setiap pejabat lokal bahwa setiap penghianatan, walau di lakukan oleh seorang perkasa sekalipun dapat di tumpas . kemudian penduduk kerajaan Melayu pun di ikat dengan Sumpah maka di pahatlah prasasti Karang Birahi.

Dapunta Hyang Sri Jaya Naga kembali berangkat dengan melalui lautan berarti harus melalui selat Bangka . Oleh Karena itu kerajaan Bangka harus pula di tundukkan lebih dahulu. Setelah menaklukan Bangka Dapunta Hyang Jaya Naga bersiap melanjutkan perjalanannya ke Bumi Jawa, namun sebelum keberangkatan Sri Baginda Penguasa Lokal dan rakyatnya harus di beri peringatan dan di ikat dengan persumpahan untuk selalu setia kepada Dapunta Hyang Sri Jaya Naga.Demikianlah pada akhirnya : “ Pada hari pertama bulan terang Waiseka tahun 608 Saka atau tahun 686 Masehi Sri Baginda Dapunta Hyang Sri Jaya Naga meninggalkan Batu Prasasti Persumpahan yang kita kenal sebagai Parasasti Kota Kapur dan segera menuju Bumi Jawa yang tidak mau tunduk kepada Sriwijaya. Dalam perjalanan Sri Baginda menuju Bumi Jawa masih ada daerah yang berdiri sendiri di pantai timur Sumatera Bagian Selatan, untuk kepentingan keamanan penguasaan laut selatan, kerajaan itu harus pula di tundukan. Kerajaan itu sebenarnya berasal dari satu rumpun wangsa Sakala Bhra. Kerajaan itu adalah kerajaan Ye-Po-Ti ( Way Seputih ) di lampung Selatan. Sama dengan peristiwa- peristiwa lainnya, setiap beliau meninggalkan daerah – daerah yang rawan pemberontakan harus diadakan sumpah setia terlebih dahulu. Sumpah tersebut terpahat dalam Prasasti Palas Pasemah.

Dari Way Seputih Rombongan langsung menuju Bumi Jawa, Dapunta Hyang Sri Jaya Naga Mengutus salah Satu Panglima terbaiknya yang juga merupakan kerabat dekat kerajaan yaitu Dapunta Syailendra untuk memimpin pasukan Sriwijaya menuju Bumi Jawa. Dari Data yang ada tampaknya mereka menuju Jawa tengah bagian Utara . Di Jawa tengah rombongan pasukan yang di pimpim Dapunta Syailendra mendirikan kerajaan sendiri dengan pemerintahan sendiri terpecah dengan kerajaan Sriwijaya. Pada saat inilah di nyatakan oleh berita di China ( Dinasti Tang ) menyebutkan bahwa kerajaan Sriwijaya terpecah menjadi dua bagian masing- masing mempunyai pemerintahan sendiri. ( Kronik Dinasti Tang ).

Hal ini awalnya membuat Dapunta Hyang Jaya Naga gusar akan akan sikap Dapunta Syailendra untuk mendirikan Negara yang terpisah pemerintahan dengan kerajaan Sriwijaya , namun akhirnya Jaya Naga membiarkannya dengan syarat Syailendra untuk membangun suatu Candi di Ligor ( Muangthai ) atas permintaan Raja Sriwijaya.

Pada periode perkembangan kerajaaan Wangsa Syailendra di Jawa Tengah harus melaksanakan pesan Sri Baginda Dapunta Hyang Sri Jaya Naga untuk membangun candi di Ligor ( Muangthai ) candi tersebut baru selesai tahun 775 di resmikan oleh raja Wisnu dari Wangsa Syailendra.
Sementara itu Dapunta Hyang Sri Jaya Naga kembali ke Minanga untuk melanjutkan memerintah kerajaan Sriwijaya yang menguasai lalu lintas perdaganan di Selat Malaka dan Laut China Selatan .

Berdasarkan prasasti Kota Kapur, Kerajaan Sriwijaya menguasai bagian selatan Sumatera hingga Lampung, mengontrol perdagangan di Selat Malaka, Laut China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata. Di abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan. [15].
akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara dan Holing berada di bawah pengaruh Sriwijaya. Menurut catatan, pada masa ini pula wangsa Budha Sailendra di Jawa Tengah berada di bawah dominasi Sriwijaya. [14].

Masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah utara Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya. Di akhir Abad ke 7 ibukota Minanga telah mengalami malapetaka hingga Silap atau hilang secara misterius di telan bumi. Keadaan ini membuat Sri Baginda Dapunta Hyang Jaya Naga bersedih sehingga mengasingkan diri ke Gunung Seminung untuk bertapa sampai akhir hayatnya.( Legenda Minanga Sigonong-Gonong )



Di angkat dari Buku :
Periodisasi Kerajaan Sriwijaya
Karangan : H.M. Arlan Ismail, SH ( 2003 )

Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993.

Sebelum diketemukan mayatnya tanggal 9 Mei 2002 di Dusun Jegong Kec. Wilangan Nganjuk, Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam aksi unjuk rasa tersebut. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain; terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo, Marsinah adalah salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Namun mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 9 Mei 2002.

Penemuan mayat Marsinah, telah menimbulkan tanda tanya besar apakah kematiannya terkait dengan unjuk rasa di PT. CPS atau sekedar pembunuhan biasa. Oleh karenanya, pada tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.

Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI. Dalam persidangan sampai dengan tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa"

Keterlibatan pihak Kodim Sidoarjo dalam penanganan unjuk rasa di PT. CPS dirasakan telah melampau wewenang sebagai aparat teritorial sehingga menyulut berkembangnya berbagai issue yang langsung ataupun tidak langsung telah menimbulkan sorotan masyarakat bahwa "ada keterkaitan aparat teritorial dam kasus pembunuhan Marsinah".

Kasus Pembunuhan Marsinah sampai saat ini belum pernah tuntas penyelidikannya, pelakunya masih bebas berkeliaran menghirup udara segar tanpa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Hukuman terhadap pelakunya memang tidak mungkin menghidupkan kembali Marsinah, tetapi dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap hukum.

KETERLIBATAN KOMNAS HAM DALAM UPAYA MENGUNGKAP KASUS PEMBUNUHAN MARSINAH

Setelah terjadinya kasus pembunuhan terhadap marsinah, Komnas HAM telah menerima berbagai laporan dan pengaduan. Oleh karenanya, sejak awal Komnas HAM terlibat aktif dalam upaya pengungkapan kasus pembunuhan Marsinah. Tercatat pada tahun 1994, Ketua Komnas HAM saat itu, Bapak Ali Said, telah mengeluarkan Surat Perintah Nomor 10/TUA/III/94. Surat Perintah itu diberikan kepada Ali Said, SH, Marzuki Darusman,SH, Prof. Dr. Baharuddin Lopa, SH, Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi, SH, Drs. Bambang W. Soeharto, Prof. Dr. Muladi, SH, Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH, Prof. Dr. Soetandyo Wignyosoebroto, MPA, Clementino Dos Reis Amaral, H.R. Djoko Soegianto, SH dan Soegiri, SH selaku Tim Pencari Fakta. Tim Pencari Fakta diperintahkan untuk segera ke Surabaya dan tempat-tempat lain yang diperlukan guna mengadakan pengecekan dan sekaligus berusaha untuk mengetahui siapa-siapa yang sebenarnya terlibat dalam kasus pembunuhan Marsinah.

Selanjutnya pada tanggal 16 Juli 1999, Tim Komnas HAM yang terdiri dari Koesparmono Irsan, Soegiri, PL. Tobing dan Sriyana bersama-sama pejabat dari Departemen Tenaga Kerja kembali melakukan kunjungan dinas ke Surabaya dengan tujuan untuk berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait di Jawa Timur dalam upaya pengungkapan kasus pembunuhan terhadap Marsinah. Kunjungan kerja ini merupakan perwujudan saran Menteri Kehakiman agar dibentuk Tim Khusus yang terdiri dari Departemen Tenaga Kerja dan Komnas Ham untuk menyelesaikan kasus Marsinah. Selain itu, Komnas HAM secara aktif telah meminta Polda Jawa Timur maupun Pomdam Jawa Timur untuk menindaklanjuti hasil temuan Polda serta menyarankan pembentukan Tim gabungan yang terdiri dari Polri, Pomdam dan kejaksaan.

Awal bulan Mei 2002, sidang pleno Komnas HAM telah memutuskan akan membuka kembali kasus Marsinah, seorang buruh PT.Catur Putra Surya di Surabaya yang dibunuh oleh sekelompok orang tak dikenal. Alasan Komnas HAM membuka kembali kasus ini adalah telah ditemukannya bukti-bukti baru yang sebelumnya tidak muncul. Oleh karena itu tanggal 20 Mei 2002 kemarin Komnas HAM telah mengirim Tim Penyelidiknya ke Surabaya yang dipimpin oleh Bambang W. Soeharto didampingi oleh Samsudin dan Nur Anwar untuk melakukan penyelidikan lanjutan.

Sumber: Komnas HAM

Ada yang menyebutnya sebagai batu terbang atau batu gantung. Ada yang menyebutkan sebagai batu pijakan Nabi Muhammad saat akan mi'raj ke langit. Sang batu ingin ikut terbang ke langit, tetapi dilarang oleh nabi, sehingga berhenti dalam posisi melayang hingga sekarang.
Banyak yang percaya begitu saja gambar dan cerita tersebut. Tetapi tak sedikit juga yang bertanya-tanya. Apakah batu tersebut benar-benar ada?

Benarkah itu foto asli?

Setelah beberapa lama mencari-cari kebenaran cerita dan foto tersebut, akhirnya ada kejelasan yang diperoleh dari forum diskusi berbahasa arab. Ternyata foto batu ini sudah tersebar jauh dan juga menimbulkan 'kehebohan' di antara mereka. Jika dalam versi indonesia, embel-embel ceritanya adalah tentang kisah isra' mi'raj di atas, maka dalam forum berbahasa arab itu cerita pengiringnya berbeda. Tidak mengenai isra mi'raj. Di situ diceritakan bahwa batu ini berasal dari wilayah Al Ahsa (bukan Al Aqsa), di bagian timur Arab Saudi, di sebuah desa bernama Al Tuwaitsir. Sang batu, konon ceritanya, tiba-tiba melayang setinggi sekitar 10 cm di suatu hari di bulan April, tanpa sebab yang jelas.
Seorang anggota forum tersebut menanggapi dengan menyatakan bahwa ia hidup di wilayah tersebut dan tidak pernah melihat ada batu yang terbang melayang. Ia pun kemudian memberikan foto-foto batu yang dimaksud. Dan ternyata, memang batu tersebut ada, namun mempunyai penyangga di bawahnya. Foto asli batu tersebut menunjukkan bahwa memang batu tersebut cukup unik. Dan dengan mengambil sudut pemotretan yang tepat, dilanjutkan dengan manipulasi hasil pemotretan dengan photoshop atau program pengolah gambar lainnya, orang dengan mudah menghilangkan penyangga tersebut untuk memberi kesan sebagai batu yang melayang di udara.
Berikut adalah foto-foto batu asli dari berbagai sudut pengambilan gambar:
Foto asli dari batu yang disebut sebagai batu terbang atau  batu melayang. Ternyata batu tersebut mempunyai penyangga di bawahnya.Foto asli  dari batu yang disebut sebagai batu terbang atau batu melayang. Ternyata  batu tersebut mempunyai penyangga di bawahnya.Foto asli  dari batu yang disebut sebagai batu terbang atau batu melayang. Ternyata  batu tersebut mempunyai penyangga di bawahnya.

Foto luar biasa berhasil diambil oleh fotografer di North Yorkshire yang menunjukkan pelangi di malam hari. Pelangi itu disebabkan oleh cahaya bulan purnama.
 
Fotografer Chris Walker mengatakan pelangi itu muncul saat hujan. Saat itu bulan sedang penuh dan membelakangi pelangi.
Pelangi biasanya tercipta ketika sinar matahari dipantulkan oleh tetesan air hujan. Namun dalam hal ini cahaya bulan yang menyebabkan munculnya pelangi.
Pelangi bulan purnama merupakan fenomena cukup langka, dan memerlukan kombinasi langit sangat gelap, bulan kurang dari 42 derajat di langit, dan hujan jatuh di seberang bulan.
Pelangi malam hari itu mengingatkan pada Aurora Borealis atau cahaya utara yang menerangi langit malam di daerah kutub dengan tampilan yang indah.

Join Us!

Taf. Powered by Blogger.

Total Pageviews

Open Cbox

Popular Posts

Blog Archive